Blogger Widgets

Sabtu, 04 Januari 2014

Khusyu' Berbisik-bisik dengan Allah


LAPORAN BUKU
Khusyu’ Berbisik-bisik Dengan Allah
Oleh Agus Mustofa
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah PAI










Disusun oleh  
Leni Indriani
NIM  1103278
Dosen Pembimbing     : Saepul Anwar, S.Pd.I.,M.AG.


PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN


      A.    Latar Belakang

Budayakan membaca !!! Mungkin itu adalah salah satu ungkapan persuasif yang mencoba mempengaruhi kita untuk rajin membaca, tentunya membaca hal-hal yang positif bukan negatif. Membaca bukan merupakan hal yang dapat dilakukan oleh kalangan terpelajar saja, tetapi juga dapat dilakukan oleh setiap kalangan baik itu seorang pedagang, buruh maupun balita yang kadang selalu mencoba untuk belajar membaca meskipun mereka tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan. Tapi pertanyaannya sekarang, bagaimana kita dapat membudayakan kebiasaan membaca pada diri kita sendiri, jangan dulu memikirkan bagaimana untuk menarik orang lain agar gemar membaca tapi kita dahulu yang harus memulainya. Segudang manfaat akan kita dapatkan dari membaca, misalnya hal-hal yang tidak kita ketahui sebelumnya akan kita ketahui setelah membaca. Dalam hal ini perlu ada sesuatu yang menarik dari sebuah bahan bacaan.
Begitu juga dalam pemilihan buku ini, hal petama yang menarik hati saya untuk membeli dan membacanya adalah membaca judul bukunya. Buku yang dikarang oleh Agus Mustofa dengan judul “Khusyu’ Berbisik-bisik Dengan Allah” menurut saya,  dalam pemilihan katanya sangat bagus, judulnya unik membuat orang merasa ingin tahu apa yang dijelaskan dalam buku ini. Coba saja kita bayangkan bagaimana cara kita untuk khusyu’ berbisik-bisik dengan Allah, tidak masuk diakal tetapi memunculkan perasaan ingin tahu. Dalam buku ini akan dijelaskan bagaiman seru dan khusyunya kita berbisik-bisik dengan Allah SWT.

      B.     Identitas Buku

Buku yang berjudul “Khusyu’ Berbisik-bisik Dengan Allah” merupakan serial ke-26, sebuah karya yang ditulis oleh Agus Mustofa dengan editornya Ruman dan desain cover Icuk. Buku ini diterbitkan oleh PADMA press Padang Makhsyar dengan tebal buku 272 halaman.

      C.     Fokus Buku

Buku ini menjelaskan beberapa hal berikut :
·         Kekhusyu’an sangat terkait dengan perasaan butuh dan tidak butuh, kesabaran, dan zhon.
·         Bagaimana shalat yang khusyu’ itu ?
·         Tujuan shalat bukanlah untuk mencapai kekhusyu’an.
·         Makna Rukun Shalat
·         Bertemu Allah di dalam shalat berdampak pada bertemu Allah di luar shalat.



BAB II
KHUSYU’ BERBISIK-BISIK DENGAN ALLAH
 OLEH AGUS MUSTOFA

       I.            ISI BUKU

A.    Kekhusyu’an sangat Terkait dengan Perasaan Butuh dan Tidak Butuh, Kesabaran, dan Zhon.

Ada beberapa point yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain ketika seseorang ingin memperoleh kekhusyu’an. Yang pertama, kekhusyu’an sangat terkait dengan perasaan butuh dan tidak butuh. Seseorang yang sedang membutuhkan Allah, ibadahnya akan menjadi khusyu’. Jika ia berdoa, doanya akan sangat khusyu’. Jika ia berdzikir, dzikirnya juga khusyu’. Dan jika shalat, shalatnya pun pasti khusyu’. Karena ia sedang butuh Allah.
Sebaliknya khusyu’ akan sulit dicapai ketika seseorang merasa tidak sedang membutuhkan Allah. Ibadahnya tidak berisi. Jika ia berdoa, doanya sekedar ikut-ikutan atau hafalan tanpa paham maknanya. Jika ia berdzikir, ia sekedar mengucapkan kalimat dzikir. Dan jika shalat, shalatnya pun dilakukan sekedar untuk menggugurkan kewajiban. Dan dengan perasaan enggan serta malas. Dengan kata lain, orang-orang yang shalatnya tidak bermuatan minta tolong kepada Allah akan mengalami kesulitan dalam mencapai kekhusyu’an.
Perhatikanlah bagaimana khusyu’nya shalat mereka yang sedang menghadapi masalah. Entah karena persoalan ekonomi, entah karena persoalan rumah tangga, entah karena pendidikan, dan lain sebagainya. Ketika mereka merasa sedang menghadapi masalah besar, dan kemudian berharap pertolongan dari Allah, maka sungguh shalatnya akan sedemikian khusyu’nya.
Boleh jadi ia akan shalat sambil merintih dan berlinangan air mata. Badannya gemetar, mulutnya komat-kamit, berbisik-bisik dalam kekhusyu’an yang begitu dalam. Di dalam shalat ia khusyu’, saat berdzikir ia khusyu’, apalagi ketika berdoa, tak ada lagi yang dihiraukannya, selain isi doanya. Seluruh perhatian dan harapannya tertumpah dalam ibadah yang sedang dilakukannya.
Masalah adalah antitesis dari solusi. Setiap masalah berpotensi memberikan penderitaan, sedangkan solusi berpotensi memberikan kebahagiaan. Akan tetapi harus kita ingat, bahwa tidak ada solusi tanpa didahului oleh masalah. Sebagaimana tidak ada kebahagiaan, tanpa didahului oleh penderitaan. Jadi, jika ingin shalat Anda khusyu’, persiapkanlah terlebih dahulu masalah yang ingin Anda curhatkan kepada Allah di dalam shalat. Setelah memperoleh masalah, niatkanlah untuk meminta pertolongan kepada Allah dengan shalat. Dengan cara itu, shalat Anda akan mejadi doa yang mustajab. Tapi bukan berarti lantas kita mencar-cari masalah. Karena sesungguhnya masalah sudah mengalir dan akan terus mengalir sepanjang kehidupan kita.
Yang kedua, kekhusyu’an sangat terkait dengan kesabaran. Hanya orang-orang yang sabarlah yang akan bisa memperoleh kekhusyu’an sepenuhnya. Apakah yang dimaksud denga sabar itu ? Sabar memiliki dua makna : tidak tergesa-gesa dan tahan uji. Orang yang melakukan shalat dengan tergesa-gesa dijamin tidak akan bisa khusyu’. Shalat harus dilakukan dalam kondisi tidak tergesa-gesa. Jika Anda mempunyai masalah yang harus diselesaikan segera, Anda bisa memilih dua jalan. Pertama : selesaikanlah masalah itu sampai tingkat tertentu sehingga Anda bisa melepaskan dengan hati agak longgar. Atau yang kedua, berserahdirilah kepada Allah untuk mengikhlaskan masalah itu ditinggal beberapa saat untuk shalat. Insya Allah, Dia akan memberikan kelancaran dalam menyelesaikan masalah, setelahnya.
Jadi, kalau kita ingin Allah selalu bersama kita, cara yang paling efektif adalah bersabar. Sesungguhnya Allah selalu menyertai orang-orang yang sabar. Yaitu, orang-orang yang tidak tergesa-gesa dalam berbuat, dan orang-orang yang tahan menghadapi ujian. Karena itu tidak heran, kesabaran lantas menjadi salah satu point penting dalam mencapai kekhusyu’an. Sabar adalah cara untuk mencapai kekhusyu’an, karena dengan sabar itu Allah berjanji akan selalu mendampingi kita dimana pun termasuk di dalam shalat.
Yang ketiga, adalah prasangka alias zhon ~ alladziina yazhunnuna annahum mulaqu rabbihim wa annahum ilaihi raji’un. Dalam ayat tersebut Allah memberikan definisi, bahwa orang yang khusyu’ adalah orang yang meyakini alias memiliki prasangka baik akan bertemu Allah dalam ibadahnya maupun kelak ketika kembali kepada-Nya.
Prasangka baik alias keyakinan inilah yang akan mengendalikan perasaan seseorang yang sedang shalat. Jika perasaannya negatif dan ragu-ragu, maka ia akan sulit untuk khusyu’ di dalam shalatnya. Apalagi tidak mempunyai keyakinan, dia tidak akan bisa khusyu’. Artinya, dia tidak peduli apakah di dalam shalatnya akan bertemu Allah atau tidak. Itulah yang disebut sebagai lalai dalam menjalankan ibadah. Ia tidak menyengaja berbuat ibadah. Ibadahnya asal-asalan. Menggelinding apa adanya. Tidak pernah dievaluasi. Tidak pernah ada keinginan untuk meningkatkan. Tidak dipedulikan. Yang penting sudah menjalankan, meskipun ia tidak tahu apa yang sedang dijalankan. Dan manfaat apa yang ada di dalamnya. Jadi, kekhusyu’an sangat terkait erat dengan kesengajaan hati untuk mengingat Allah. Menyebut Nama-Nya sebanyak-banyaknya. Dan tidak lalai dalam menjalankannya.

B.     Bagaimana shalat yang khusyu itu ?

Shalat dapat dikatakan khusyu’ jika memenuhi syarat-syarat berikut.
Bukan menyempit tapi meluas. Shalat yang khusyu’ adalah shalat yang fokus. Fokus kepada siapa? Tentunya kepada Allah, tetapi kita sering bingung dengan  kata fokus, apakah fokus kepada Allah itu bermakna kita harus fokus menghadap kiblat? Tetapi sebenarnya kemanapun kita menghadap kita sedang berhadapan dengan Allah.
            Allah menegaskan dalam surat Al Baqarah ayat 115 dengan kalimat : timur dan barat milik Allah, kemanapun menghadap kita sedang berhadapan dengan Allah. Jadi menghadap Allah itu tidak membedakan antara timur dan barat, ataupun utara selatan. Kemana pun kita menghadap, kita sedang berhadapan dengan Allah. Karena memang Allah adalah Dzat yang Maha Luas, Maha Besar, meliputi segala sesuatu.
            Sebenarnya, untuk menghadap-Nya, Allah tidak pernah memerintahkan kita untuk menghadap Kiblat. Artinya tidak ada korelasi langsung antara menghadap Allah dengan menghadap kiblat, meskipun shalat kita diperintahkan untuk menghadap kiblat atau masjidil Haram. Bahkan sebenarnya perintah berkiblat itu bukan kepada Ka’bah melainkan kepada masjidil Haram contohnya seperti yang dijelaskan dalam Al Baqarah ayat 142-145.
            Salah besar kalau ada yang mempersepsikan, bahwa Allah berada di kiblat. Dan tidak menghadap Allah kalau tidak menghadap kiblat. Orang yang berpendapat seperti itu telah mengecilkan Dzat Allah Yang Maha Besar, Dzat yang Maha Meliputi alam semesta raya yang demikian luas. Maka menghadap Allah tidak sekedar menghadapkan wajah kita kepda sesuatu yang sempit, melainkan menghadap kepada Sesuatu yang Luas. Sangat Luas. Bahkan Maha Luas. Ke segala penjuru alam semesta. Meskipun, badan kita berkiblat ke arah masjid al Haram. Menghadap Allah, bukanlah fokus kepada sesuatu yang memusat, melainkan fokus kepada Sesuatu yang meliputi Jagad Semesta Raya.
Bukan tegang tapi rileks. Semakin tegang seseorang dalam melakukan ibadah, semakin sulit untuk khusyu’. Sebaliknya semakin rileks, semakin mudah untuk memperoleh kekhusyu’an.
Kenapa bisa demikian ? karena khusyu’ sangat terkait dengan suasana rileks. Semakin tinggi tingkat kekhusyu’an seseorang, semakin rileks juga orang itu. Secara fisikal maupun kejiwaan. Rileks badannya, rileks pula jiwanya. Semakin khusyu’ seseorang, semakin rileks hasilnya. Maka kekhusyu’an selalu seiring dengan proses relaksasi dalam diri seseorang. Efek shalat yang khusyu’ adalah munculnya rasa tentram. Rasa tentram akan memicu munculnya rasa rileks yang terpantau pada kendornya saraf-saraf dalam tubuh kita. Bukan kendor yang malas, melainkan kendor yang aktif dan terjaga.
Bukan menghapal tapi memahami. Jangan menjalani shalat dengan hapalan. Lakukanlah dengan kepahaman. Bukan menghapal di luar kepala melainkan memahami di dalam kepala. Dan kemudian merasakan kepahaman itu dengan hati. Inilah salah satu kunci utama yang akan mengantarkan seseorang pada kekhusyu’an.
Kesalahan besar yang kita lakukan dalam proses pembelajaran shalat adalah memulai dengan hafalan, baru kemudian berusaha memahaminya. Terbalik, mestinya memahami dulu baru kemudian menghafalnya. Cara yang terbalik itu menyebabkan kita tidak bisa merasakan khusyu’nya shalat yang sedang dijalani.
Terkait dengan proses pemahaman Allah menggunakan istilah yafqahun, ya’qilun, ya’lamun, dan yatafakkarun. Semua memiliki nuansa yang searah, yaitu memahami, memikirkan, dan mempelajari sampai mengerti. Sensor utama untuk menuju kepahaman ada tiga, yaitu : mata, telinga dan hati. Otak untuk berpikir, dan hati untuk merasakan. Perpaduan antara keduanya itulah yang disebut sebagai berakal, yang di dalam Al Quran disebut sebagai ulul albab, yaitu orang yang menggunakan hatinya untuk merasakan kehadiran Allah (dzikrullah) dan menggunakan pikirannya untuk menganalisa ciptaan-ciptaan-Nya.
Bukan badan tapi jiwa. Shalat bukanlah gerak badan. Meskipun ia memiliki efek kesehatan bagi pelakunya. Sasaran utamanya adalah pada proses penyempurnaan jiwa.
Kekhusyu’an adalah kondisi kejiwaan bukan kondisi badaniah. Bisa saja orang yang kelihatan shalat tetapi jiwanya tidak shalat. Tidak heran ada orang yang kelihatan shalat, tetapi masih diancam neraka oleh Allah. Karena dia hanya menjalaninya sebagai olahraga bukan olahjiwa. Berdampak pada badan tetapi tidak berdampak pada jiwa.
Bukan statis tapi dinamis. Banyak diantara kita yang melakukan shalat dengan mengikuti prinsip meditasi. Diam mengosongkan pikiran dan menghambarkan perasaan. Shalat itu berbeda dengan meditasi. Shalat tidak statis tapi dinamis. Bergerak terus baik secara fisikal maupun psikis. Badaniah maupun kejiwaan. Seperti yang telah dijelaskan bahwa inti dari jiwa shalat adalah interaksi dengan Allah SWT, berubah terus mengikuti proses interaksi yang sedang berlangsung. Ketika shalat kita harus mengisi pikiran dan perasaan dengan kepahaman atas apa yang sedang dilakukan.
Bukan sebagian tapi totalitas. Shalat adalah totalitas seorang hamba di hadapan Tuhannya. Ada enam variabel kekhusyu’an yaitu, niat, usaha, ikhlas, sabar, istiqomah, kepahaman. Semua itu sangat menentukan seberapa tinggi tingkat kekhusyu’an yang akan diperoleh. Apabila enam variabel tersebut semakin kuat, maka semakin tinggi pula tingkat kekhusyu’annya.

C.    Tujuan shalat bukanlah untuk mencapai kekhusyu’an.

Tujuan shalat bukanlah untuk mencapai kekhusyu’an melainkan untuk berinteraksi dengan Allah, khusyu’ hanyalah tanda atas tingginya kualitas ibadah yang sedang dijalani oleh seseorang. Tanpa akhlak yang baik, shalat dengan kepahaman yang mendalam pun tidak ada gunanya. Karena sesungguhnya yang kita kejar bukanlah benar tidaknya tata cara shalat, ataupun khusyu’ dan tidaknya shalat itu sendiri, melainkan apakah kita telah berinteraksi dengan Allah sebagai Tuhan kita selama shalat.
Jadi apakah sebenarnya tujuan shalat yang diwajibkan Allah kepada kita itu? Yang utama, ada dua, yaitu : berdzikir dan berdoa. Selebihnya adalah sekedar manfaat tambahan atau efek saja dari shalat yang kita jalankan. Dalam surat Thaahaa ayat 14 yang artinya “ Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. Berdasarkan ayat tersebut sangat jelas menggambarkan bahwa tujuan shalat adalah untuk mengingat Allah. Berdzikir kepada-Nya. Ayat tersebut menceritakan kisah nabi Musa saat menerima wahyu di lembah Thuwa. Akan tetapi, bukan berarti perintah itu hanya turun kepada nabi Musa, ada dua alasan yang mendasarinya. Yang pertama, ternyata perintah shalat bukan hanya diberikan kepada nabi Muhammad. Para nabi sebelumnya pun diperintahkan untuk mendirikan shalat sepanjang hidupnya. Dan yang kedua, perintah shalat yang diturunkan kepada nabi Musa itu diwahyukan lagi kepada nabi Muhammad. Dan diabadikan di dalam Al Quran sebagai petunjuk untuk umatnya nabi Muhammad. Maka, perintah shalat sebagai tata cara berdzikir kepada Allah itu pun berlaku untuk umat nabi Muhammad. Bahwa tidak ada Tuhan lain selain Allah. Bahwa menyembah itu hanya kepada Allah. Dan cara menyembah yang paling afdhol adalah dengan mendirikan shalat. Karena lewat shalat itulah kita berinteraksi dengan Allah dalam makna yang sedalam-dalamnya.
Tujuan yang pertama adalah dzikir. Dzikir yang dimaksud disini tentu bukanlah dzikir yang sekedar membaca kalimat dzikir : astagfirullah, subhanallah, alhamdulillah, Allahu akbar, dan laa ilaaha illallah., tanpa mengerti maknanya. Melainkan, justru meresapnya makna kalimat-kalimat tersebut ke dalam sanubari yang paling dalam. Dzikir yang menggetarkan hati dan seluruh sendi-sendi jiwanya.
Itulah salah satu tujuan shalat yang paling utama, sebagai media untuk menyambungkan jiwa kita dengan Sang Pencipta. Maka, shalat yang khusyu’ adalah shalat yang bisa memunculkan suasana dzikrullah dalam arti yang sebenar-benarnya. Sebaliknya, shalat yang tidak khusyu’ adalah shalat yang lupa Allah, padahal ia sedang berhadapan dengan-Nya. Shalat yang lalai!
Tujuan shalat yang kedua, adalah sebagai media untuk mohon pertolongan kepada Allah, Sang Penguasa segala peristiwa. Di dalam shalat itulah kita melakukan curhat kepada-Nya. Mencurahkan seluruh isi hati dan permasalahan hidup yang sedang kita hadapi. Mulai dari persoalan pribadi, keluarga, sampai pada umat. Jadi, kalau Anda ingin mencapai kekhusyuan – bertemu dengan Allah dalam shalat, sebenarnya sangat mudah : jadikanlah shalat Anda sebagai media untuk curhat kepada Allah. Mengadukan semua masalah dan persoalan hidup.
Shalat adalah media untuk melakukan dialog dengan Allah, memohon pertolongan. Maka di dalam shalat itu benar-benar bisa terjadi dialog antar seorang hamba dengan Allah. Sang Pencipta berkata-kata kepada makhluk. Ada yang secara langsung. Ada yang lewat wahyu yang dibawa malaikat jibril, atau di balik tabir.
Yang demikian, juga terjadi pada Rasullullah SAW. Saat itu beliau shalat berjamaah bersama para sahabat di Madinah. Kemudian, turunlah wahyu untuk memindahkan arah kiblat dari semula ke Baitul Maqdis di Palestina, menjadi ke arah Masjid al Haram di Mekkah.
Maka, shalat kita pun harus demikian adanya. Shalat yang berdialog dengan Allah. Bukan shalat yang hafalan, tetapi shalat yang kepahaman. Shalat yang bisa merasakan kehadiran-Nya sebagai Tuhan yang Menyayangi dan Mengasihi hamba-Nya. Tuhan yang selalu memberikan jalan keluar atas berbagai persoalan yang dihadapi oleh makhluk-Nya.

D.    Makna rukun shalat.

Beberapa manfaat yang akan kita dapatkan dari setiap hal yang kita lakukan untuk melakukan shalat. Wudlu menyiapkan jiwa. Allah mengajari kita untuk ber-taharah, mensucikan jiwa, mengharumkan akhlak, dan meneguhkan iman serta pakaian takwa. Karena sesungguhnyalah bertaharah – berwudlu atau bertayamum – bukan bertujuan membersihkan badan, melainkan lebih kepada mensucikan jiwa agar bisa bertemu dengan Dzat yang Maha Suci. Kenapa disuruh taharah alias bersuci ? karena kita akan membaca firman-firman-Nya di dalam shalat untuk berdialog dengan-Nya. Menurut Al Quran, tidak akan bisa bersentuhan dengan makna Al Quran, kecuali orang-orang yang jiwanya sudah disucikan (muttahhirin).
Ketika kita akan melakukan shalat maka hal yang akan kita lakukan adalah berwudlu. Berwudlu adalah suatu aktifitas untuk menyiapkan batin orang yang akan shalat. Meskipun berwudlu memiliki efek kesehatan karena adanya terapi air terhadap ujung-ujung saraf tubuh, tetapi yang lebih utama sebenarnya adalah efek kejiwaan berupa komitmen untuk mensucikan diri. Efek terapi air dengan dibasuhnya kepala, muka, telinga, tangan, sampai ujung kaki dengan air, akan terjadi proses keseimbangan suhu di seluruh tubuh. Maka dengan berwudlu suhu anggota-anggota badan akan menjadi seimbang kembali.
Akan tetapi, ketika Anda tidak menemukan air, Anda boleh menggantikan dengan tayamum. Mengusap muka dan tangan dengan tanah yang baik, dalam bentuk debu tipis. Tentu tidak terjadi efek terapi air disini, tetapi secara kejiwaan tetap terjadi proses komitmen untuk mensucikan diri. Jiwa lebih tenang dan siap untuk menghadap Sang Maha Suci.
Niat menentukan kualitas. Niat adalah pintu gerbang paling depan untuk menuju pertemuan kita dengan Allah di dalam shalat. Niat yang lemah, menghasilkan kemauan yang lemah pula untuk mencapai tujuan. Dan ini menjadi salah satu sifat dasar manusia yang dimiliki oleh kakek moyang kita, nabi Adam. Sifat lainnya suka tergesa-gesa, tidak sabar, dan sebagainya. Begitulah manusia, karena itu Allah berpesan barang siapa yang mau shalat agar menguatkan niat. Menjalaninya dengan sabar.
Jadi niat adalah pekerjaan jiwa. Maka, mulailah niat dengan memikirkan terlebih dahulu secara sengaja niat Anda menjalani shalat. Mungkin saja setiap kali shalat berubah niat, sesuai kebutuhan.
Orang-orang yang memulai shalatnya dengan niat yang benar, kemudian berusaha mempertahankan niat itu sampai akhir shalatnya, disertai kesabaran, keikhlasan, dan istiqomah, dia sudah memperoleh 5 bagian dari 6 bagian variabel yang menentukan kekhusyu’an shalat. Selebihnya dia tinggal mengusahakan variabel keenam, yaitu pemahaman yang menjadi kesempurnaan kualitas sembahyangnya.
Takbir menghancurkan kesombongan. Bacaan takbir sesungguhnya mengepung shalat yang kita lakukan, agar kita ingat bahwa kita sedang menghadap dzat Yang Maha Besar. Agar kita tahu diri dan rendah hati. Agar kita tidak takabur dan segera menghancurkan kesombongan. Ada dua jenis kesombongan yang dilarang Allah, yaitu, kesombongan kepada manusia dan kesombongan kepada Allah.
Kesombongan jenis pertama terkait dengan sifat angkuh kepada sesama. Merasa dirinya lebih baik, lebih terhormat, lebih kaya, lebih pintar, dan sebagainya. Allah tidak suka kepada orang-orang yang angkuh dan membanggakan diri. Sedangkan kesombongan jenis kedua terkait dengan Allah. Allah menyebutnya sebagai orang-orang kafir atau para pendusta agama dan penentang ayat-ayat Allah. Kedua-duanya tidak pantas masuk surga, dan tempatnya adalah neraka. Berdasarkan Al Quran kesombongan itu termasuk kategori kejahatan. Oleh karena itu kalimat takbir yang dibaca berulang-ulang di dalam shalat adalah kalimat yang dapat melenyapkan kesombongan, jika kita menghayatinya.
Iftitah berserah diri kepada-Nya. Doa iftitah itu mengantarkan kita untuk larut dalam kepasrahan, kepasrahan total. Pikiran dan hatinya,  beserta seluruh kesadaran jiwanya telah lebur menjadi satu. Al-Fatihah induk segala cahaya. Firman Allah adalah cahaya. Ayat-ayat yang terhampar di alam semesta adalah cahaya-Nya. Kalimat-kalimat dalam kitab suci adalah cahaya-Nya. Ruh juga cahaya-Nya. Jiwa pun adalah cahaya-Nya. Sel-sel dengan segala penyusunnya tak lain adalah cahaya. Dan seluruh realitas alam semesta pun cahaya-Nya. Al Fatihah adalah induk dari segala cahaya yang bertaburan di dalam Al Quran.
Al-Fatihah merupakan surat yang wajib dibaca ketika kita melakukan shalat. Secara struktural surat Al-Fatihah menunjukkan kaidah pencapaian tujuan hidup yang komprehensif dan menjadi pola umum petunjuk di dalam Al-Quran.
Tunduk tersungkur karena firman-Nya. Orang yang beriman adalah orang yang bergetar hatinya ketika ingat Allah, dan tunduk tersungkur ketika dibacakan ayat-ayatnya. Inti filosofi dari tata cara ibadah shalat di dalam islam adalah tertumpu kepada dua hal yaitu, membaca firman-firman-Nya dalam Al-Quran dan kemudian dilanjutkan dengan bertasbih sebanyak-banyaknya memuji keagungan Allah di dalam ruku dan sujud.
Salam hormat penuh berkah. Segmen pertama bacaan attahiyat adalah berisi salam. Segmen keduanya berisi komitmen meneguhkan syahadat dan segmen ketiganya adalah ungkapan terima kasih serta doa untuk beliau-beliau para rosul Allah yang sangat berjasa menyampaikan risalah kepada kita. Salam adalah batas terakhir sembahyang kita.

E.     Bertemu Allah di dalam shalat berdampak pada bertemu Allah di luar shalat.

Ternyata shalat tidak selalu bisa menghindarkan seseorang dari siksa api neraka. Allah masih mengancam orang-orang yang shalat dengan siksa neraka. Kenapa? Karena meskipun shalat, ia masih juga melakukan kejahatan. Nilai-nilai shalatnya tidak terefleksi dalam perilakunya sehari-hari.
Dia telah menjadikan shalat sekadar sebagai tujuan ibadah. Dia lupa bahwa shalat bukan tujuan, melainkan cara dan untuk mencapai kualitas keimanan yang lebih tinggi. Orang yang menjadikan shalat sebagai tujuan, akan merasa puas ketika sudah menjalankan shalat, meskipun kualitasnya tidak jelas. Tetapi, orang yang menjadikan shalat sebagai media dan cara untuk mencapai kualitas yang lebih baik, ia akan terus menerus memperbaiki kekhusyu’an shalatnya.
Dengan kata lain, shalat kita dikatakan sudah baik dan berhasil jika di luar shalat tidak lagi berbuat keji dan munkar. Tidak berbohong, tidak menipu, tidak korupsi, tidak berzina, tidak mencuri, tidak membunuh tanpa alasan yang dibenarkan, tidak melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri maupun orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya jika shalatnya masih belum bisa mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar, berarti shalatnya masih lalai. Orang semacam inilah yang diancam dengan neraka itu.
Berikut ini adalah efek positif sebagai parameter kekhusyu’an shalat seseorang :
·         Lebih waspada. Selalu menjaga pikiran, hati, ucapan, penglihatan, pendengaran, dan seluruh perbuatannya dari hal-hal yang mengotori jiwa. Ini adalah efek wudhu yang benar.
·         Tawadhu. Bersikap rendah hati, tidak angkuh, tidak sombong, menghargai orang lain, berpikiran terbuka, bahwa di atas dirinya selalu ada yang lebih tinggi, lebih besar, lebih pintar, lebih kaya, lebih berkuasa, lebih hebat, dan sebagainya. Ini efek dari kalimat takbir.
·         Bersifat Pemurah dan Penyayang kepada siapa saja, sebagai efek dari Ar Rahman dan Ar Rahim yang terus menerus dihayati dalam shalat.
·         Suka bersyukur kepada Allah, dan mensyukuri apa saja yang dianugerahkan Allah kepadanya, sebagai efek kalimat hamdalah di surat Al Fatihah.
·         Perilakunya terkontrol. Ia sudah terbiasa merasakan dekat dengan Allah. Inilah efek dari kalimat Maliki yaumiddin ~ Raja di Hari Pengadilan.
·         Mantap dalam melangkah menyusuri kehidupan, karena begitu yakin Allah adalah Dzat yang selalu membimbingnya di atas jalan yang lurus ~ shirathal mustaqim. Jalan yang akan mengantarnya sampai kepada kebahagiaan hakiki, Allah Azza Wajalla. Bukan jalannya mereka yang dimurkai atau pun yang tersesat.
·         Terbiasa mengagumi kehebatan dan kekuasaan Allah di alam sekitarnya. Efek dari bacaan tasbih, rukuk dan sujudnya yang khusyu’.
·         Sangat menghormati Rasulullah SAW, beserta nabi-nabi sebelumnya, dan nabi Ibrahim sebagai bapak para nabi. Juga keluarga beliau, berteladan dan berkomitmen untuk menegakkan syahadat dalam hidupnya. Hanya bertuhan kepada Allah saja, dan berteladan kepada Rasulullah dalam setiap langkah perbuatannya. Inilah efek penghayatan tasyahud.
·         Suka menebar salam kepada siapa saja di sekitarnya. Berkomitmen untuk menebarkan kehidupan yang damai dan sejahtera dalam Ridha Allah ~ rahmatan lil alamin.
Tentu saja orang yang sudah memiliki sikap demikian ini adalah orang yang terhindar dari perbuatan keji dan munkar dan selalu membawa manfaat bagi siapa saja. Itulah orang-orang yang sudah menegakkan shalat dalam hidupnya. Shalat yang sesungguhnya. Bukan shalat yang sekedar memenuhi kewajiban mereka. Tapi shalat yang penuh makna.
Maka sangat jelas, bahwa kekhusyu’an bukan hanya interaksi dengan Allah di dalam shalat, melainkan juga terkait erat dengan sikap di luar shalat. Maka, itulah refleksi shalat yang paling mendasar yang harus kita peroleh, khusyu’ di dalam shalat berakibat pada kekhusyu’an di luar shalat.
Orang yang tidak khusyu’ di dalam shalat, dan lantas juga tidak khusyu’ di luar shalat, akan sulit terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Dia tidak memiliki kontrol diri yang bagus karena tidak disandarkan kepada Yang Maha Mengetahui dan Maha Berkuasa. Sandarannya hanya manusia yang gampang dibohongi atau kepentingan dan pamrih-pamrih jangka pendek belaka.


    II.            KESIMPULAN

Kekhusyu’an dapat diperoleh dengan jalan apa saja. Hal tersebut tergantung pada diri masing-masing setiap manusia. Ketika dia benar-benar ingin mendekatkan diri kepada Allah, maka akan dengan sangat mudah dia mendapat kekhusyu’an. Tetapi ketika dia hanya menjalankan suatu ibadah hanya untuk sekedar melakukan kewajiban tanpa didasari dengan niat yang baik dan tulus maka dia tidak akan mendapatkan kekhusyu’an dalam ibadahnya.
Istilah khusyu’ memang tidak hanya dikaitkan  dengan shalat saja, tetapi bisa kita jadikan salah satu contoh bagaimana kita mendapatkan kekhusyu’an dalam ibadah. Untuk mendapat kekhusyu’an dalam shalat ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, jika syarat-syarat tersebut sudah terpenuhi maka shalat kita dapat dikatakan khusyu’. Intinya ketika kita shalat maka tidak ada lagi yang menjadi pusat perhatian kita selain pikiran kita tertuju pada Allah SWT. Tidak hanya badaniah tetapi juga bathiniah kita harus tertuju kepada Sang Pencipta.
Sangat disayangkan jika kita melakukan shalat hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban saja. Tidak ada yang kita dapatkan ketika shalat ataupun setelah shalat. Seharusnya ketika kita akan memulai shalat kita harus meluruskan tujuan, jangan sampai kita shalat tetapi kita tidak memiliki tujuan yang benar. Bukan hanya kekhusyu’an yang kita cari tetapi yang paling utama yang harus kita dapatkan dalam shalat adalah interaksi kita dengan Allah SWT, apakah itu dengan berdzikir ataupun berdo’a.

Pernahkah kita menyadari bahwa setiap apa yang kita lakukan itu memiliki makna tersendiri. Begitu juga di dalam wudlu dan shalat, semuanya memiliki makna yang banyak orang tidak tahu apa maknanya. Tentunya kita harus memahaminya karena hal tersebut dapat membantu kita untuk khusyu’ di dalam shalat.

Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan kita shalat adalah untuk berinteraksi dengan Allah SWT. Kita tidak cukup hanya bertemu dan berinteraksi di dalam shalat saja, di luar shalat pun kita harus senantiasa bertemu dan berinteraksi dengan Allah, maksudnya kita harus senantiasa mengingat Allah diman pun kita berada agar bersih dari segala perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT. Itulah dampak yang harus kita dapatkan ketika kita mencoba khusyu di dalam shalat maka di luar shalat pun kita harus khusyu.


BAB III
ANALISIS

A.    Kekhusyuan sangat Terkait dengan Perasaan Butuh dan Tidak Butuh, Kesabaran, dan Zhon.

Memang benar bahwa kekhusyuan itu sangat terkait erat dengan perasaan butuh dan tidak butuh, kesabaran serta zhon. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 45 yang artinya  ”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” Hal ini tidak bisa kita pungkiri karena kita juga pasti akan mengalaminya dalam kehidupan sehari-hari. Coba saja kita ingat kembali, ketika kita membutuhkan Allah maka tanpa diingatkan kita pasti ingat kepada Allah dan meminta pertolongan, tetapi ketika kita sudah mendapatkan pertolongannya kita akan dengan mudah melupakan Allah kembali.
Kekhusyu’an shalat tiap orang itu berbeda-beda, tergantung pada cara pandang dan tingkat pengetahuannya tentang agama. Keterkaitan kekhusyuan dengan perasaan butuh dan tidak butuh, kesabaran dan zhon maksudnya adalah bahwa kekhusyuan itu terkait erat dengan pikiran dan hati manusia. Yang menjadi indikator seseorang khusyu dalam shalat adalah berusaha sepenuh hatinya untuk berkonsentrasi dalam shalat. Sahabat Ali bin Abi Thalib pun pernah di tes oleh Rasulullah SAW tentang masalah kekhusyuan dalam shalat. Rasulullah menjanjikan akan memberikan surban terbaiknya untuk Ali jika ia mampu shalat dengan khusyu’. Maka mulailah Ali untuk shalat dan diperhatikan oleh Rasulullah. Ketika shalat, Rasulullah sempat bertanya kepada Ali, apa warna surban yang diinginkan oleh Ali sebagai hadiah? Tentu saja Ali tidak menjawabnya, karena ia sedang melaksanakan shalat. Namun, setelah shalatnya selesai, Ali buru-buru menjawab pertanyaan Rasulullah dengan menyebutkan warna surban pilihannya.
Dari peristiwa diatas kita ketahui bahwa ketika shalat Ali sibuk memikirkan warna surban apa yang menjadi pilihannya, dapat kita simpulkan bahwa Ali ketika shalatnya tidak diliputi dengan kesabaran. Terlihat bahwa manusia sekelas Ali bin Abi Thalib saja pernah kurang khusyu’ di dalam shalatnya, apalagi kita sebagai manusia biasa. Namun setidaknya kita harus berusaha untuk khusyu’ di dalam shalat. Meskipun pada kenyataannya untuk khusyu’ di dalam shalat itu sangat sulit karena banyak sekali gangguan-gangguan diantaranya adalah godaan setan. Diantara bentuk godaannya adalah memberikan perasaan was-was supaya hilang kekhusyu’an orang yang shalat dan mengacaukan shalatnya. Setiap kali seorang hamba ingin mendekatkan diri kepada Allah, maka setan selalu ingin memotong jalan tersebut. Tetapi kita harus tetap sabar dan senantiasa berdzikir kepada Allah, berdo’a agar terhindar dari godaan setan.

B.     Bagaimana shalat yang khusyu itu ?

Khusyu’ selama sholat sering disalahartikan oleh sebagian besar orang dengan cara menangis dan meratap. Al Qurthubi mengatakan bahwa khusyu’ adalah suasana di dalam jiwa yang tertampakkan pada anggota tubuhnya berupa ketenangan dan ketundukkan. Sedangkan Qatadah mengatakan bahwa khusyu’ di dalam hati berupa rasa takut dan memejamkan mata ketika shalat. Dari kedua pendapat tersebut dapat kita simpulkan bahwa kekhusyuan itu bukan hanya secara jasmaniah tetapi juga harus didapatkan secara bathiniyah. Tetapi ada satu hal yang perlu di bahas disini yaitu mengenai pendapat Qatadah bahwa khusyu’ itu adalah memejamkan mata ketika shalat. Hal itu tidak dapat disalahkan karena pandangan seseorang mengenai bagaimana khusyu’itu memang berbeda-beda, ada orang yang memang ketika memejamkan mata dia bisa khusyu’ tetapi ada juga orang yang shalatnya memejamkan mata malah sulit untuk khusyu’. Hal tersebut dikembalikan lagi kepada keyakinan masing-masing.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa kekhusyu’an seseorang itu berbeda-beda, tergantung pada cara pandang dan pengetahuannya tentang agama. Saya setuju dengan syarat-syarat kekhusyu’an yang ada dalam buku tersebut. Apa yang dijelaskan dalam buku tersebut sangat detail tentang bagaimana kriteria shalat yang khusyu’. Dari Utsman berkata, ”Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah seorang muslim mendatangi shalat wajib lalu membaguskan wudhu, khsuyu’ dan ruku’nya kecuali ia menjadi pelebur dosa-dosanya yang lalu kecuali dosa besar. Dan itu berlaku sepanjang masa.” (HR. Muslim). Dari hadist Rasulullah tersebut kita dapat mengetahui mengenai keutamaan khusyu’ di dalam shalat yaitu menjadi pelebur dosa-dosa yang telah kita lakukan, kecuali dosa-dosa besar. Maka apakah pantas jika kita menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Allah kepada umat-Nya. Allah memberikan segala keringanan dan menjadikan segala perbuatan yang diperintahkan olehnya sebagai ibadah yang tak luput dari pahala.
Adapun level shalat khusyu adalah sebagai berikut
Tetapi jangan berusaha dengan cara yang menggebu-gebu untuk bisa khusyu’, karena keinginan khusyu’ yang berlebihan itu merupakan hawa nafsu. Oleh karena itu hendaklah setiap orang yang shalat memperhatikan hal-hal berikut agar khusyu’ di dalam setiap shalatnya :
·         Tidak menghadirkan didalam hatinya kecuali segala sesuatu yang ada didalam shalat.
·          Menundukkan anggota tubuhnya dengan tidak memain-mainkan sesuatu dari anggota tubuhnya, seperti : jenggot atau sesuatu yang diluar anggota tubuhnya, seperti : meratakan selendang atau sorbannya. Hendaknya penampilan lahiriyahnya menampakkan kekhusyuan batiniyahnya.
·         Hendaklah merasakan bahwa dirinya tengah berdiri dihadapan Raja dari seluruh raja Yang Maha Mengetahui segala yang tersimpan dan tersembunyi.
·         Mentadabburi bacaan shalatnya karena hal itu dapat menyempurnakan kekhusyu’an.
·         Mengosongkan hatinya dari segala kesibukan selain shalat karena hal itu dapat membantunya untuk khusyu’ dan janganlah memperpanjang atau melebarkan pembicaaan didalam hatinya.
Sebagai manusia biasa, kita pasti masih kesulitan mengetahui bagaimana shalat yang khusyu’ itu. Tetapi sebagai seorang muslim sudah sepantasnya jika kita mencobanya dan membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari.
C.    Tujuan shalat bukanlah untuk mencapai kekhusyu’an.
Apa yang ingin kita dapatkan di dalam shalat memang bukan hanya kekhusyu’an saja tetapi melainkan interaksi kita dengan Allah SWT untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya agar dapat mengadukan segala keluh kesah yang kita alami dalam menjalani kehidupan. Dalam surat Thaha ayat 14 menyebutkan, “Sesungguhnya Aku ini Allah tidak ada illah melainkan Aku, maka berbaktilah kepada-Ku dan dirikanlah sholat untuk mengingat Allah”. Jelaslah bahwa tujuan Allah SWT memerintahkan shalat adalah untuk mengingat Allah, baik mengingat zat-Nya, sifat-sifat-Nya dan lain sebagainya. Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya kalian apabila sholat maka sesungguhnya ia sedang bermunajat (bertemu) dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerti bagaimana bermunajat dengan Tuhan”.
Jadi apakah shalat yang benar tanpa mengingat Allah SWT dapat dikatakan khusyu’? Tentu tidak, karena meskipun shalatnya benar tetapi tujuannya bukan untuk mengingat Allah SWT maka shalatnya belum bisa dikatakan khusyu’. Seharusnya sebelum shalat kita harus meniatkn diri untuk berinteraksi dengan Allah SWT yang dalam artian adalah mengingat Allah SWT dalam shalatnya.
Tujuan shalat juga dapat dikatakan untuk mendapatkan pemecahan masalah, dengan berdzikir dan meminta pertolongan Allah di dalam shalat dengan sebaik-baiknya, maka Allah akan senantiasa memberikan solusi untuk masalah yang kita hadapi. Oleh karena itu dalam menghadapi masalah hendaknya kita tidak terlalu panik, karena Allah pasti akan memberikan jalan keluar untuk hamba-Nya yang benar-benar menginginkan pertolongan dari-Nya. Maka tidak terlalu sulit bagi kita dalam menjalani kehidupan ini, meskipun diliputi dengan segudang masalah, Allah tidak akan memeberikan kesulitan yang tidak dapat dipikul oleh umat-Nya.
Benar apa yang ditulis oleh pengarang, bahwa jika kita ingin mendapatkan kekhusyu’an dalam artian mengingat Allah di dalam shalat maka jadikanlah shalat kita sebagai media untuk mencurahkan segala persoalan ataupun masalah yang sedang kita hadapi. Jadikan shalat sebagi media untuk meminta pertolongan kepada Allah SWT, karena dengan begitu kita akan merasakan kedekatan kita dengan Allah SWT. Tetapi jangan sampai ketika kita sedang merasa bahagia terlepas dari masalah-masalah, kita malah berbalik tidak mengingat Allah karena seharusnya kita lebih meningkatkan keimanan kita dan bersyukur atas segala kenikmatan yang telah diberikannya.
D.    Makna  yang ada dalam rukun shalat.
Tidak hanya bagaimana kita mendapatkan kekhusyu’an dalam shalat yang dijelaskan dalam buku ini tetapi juga terdapat penjelasan mengenai faedah yang ada dalam rukun shalat, meskipun tidak dijelaskan dengan begitu detail tetapi apa yang pengarang terangkan adalah benar adanya bahwa dalam setiap rukun shalat yang kita kerjakan tersimpan makna-makna yang sebelumnya tidak kita ketahui. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 103 yang menyebutkan “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
Beberapa faedah dalam gerakan shalat adalah, niat (melapangkan kubur), berdiri (tikar dalam kubur), takbiratul ihram (penerangan dalam kubur), membaca fatihah (pakaian yang indah dalam kubur), rukuk (kendaraan di padang mahsyar), i’tidal (payung di padang mahsyar), sujud (air minum al-kautsar dalam kubur), duduk antara dua sujud (menjawab pertanyaan munkar dan nakir), tahiyat awal (dinding api neraka), tahiyat akhir (dinding titian sirotol mustaqim). Setelah kita mengetahui faedah-faedah yang terdapat dalam rukun shalat, maka sudah sepantasnya kita mendirikan shalat dengan sebaik-baiknya karena tidak ada alasan lagi bagi kita untuk lalai dalam mengerjakan shalat. Rasulullah menyebutkan bahwa “Hendaklah kamu memperbanyak sujud, sesungguhnya jika sujud satu saja sujud karena Alloh niscaya Alloh mengangkatmu satu derajat dan Alloh  menghapus satu kesalahanmu.” (HR. Muslim).
Selain itu, ada juga faedah lain mengenai ucapan dan gerakan shalat misalnya membaca amin setelah Al-Fatihah. Hadist riwayat Bukhari menyebutkan “Jika imam mendatangkan pahala besar. Rasulullah mengucapkan amin, maka ucapkanlah amin, karena siapa yang ucapan aminnya bersamaan dengan aminnya para malaikat, akan diampuni dosanya yang telah lalu”.  Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas dada. Nabi jika shalat, beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya. Keduanya beliau letakkan di atas dada, hikmahnya sikap seperti ini adalah menunjukkan sikap orang yang meminta dan hina. Selain itu, terjauh dari sikap bermain-main dan lebih dekat pada kekhusyu’an. Kemudian memandang ke tempat sujud, “Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa jika shalat, beliau menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tanah. Adapun ketika tasyahud beliau memandang ke jari yang memberi isyarat dan beliau menggerakkannya. Memberi isyarat dengan jar telunjuk mengingatkan seorang hamba akan keesaan Allah dan ikhlas dalam ibadah. Begitulah sebagian faedah yang ada di dalam maupun di luar shalat, semoga kita akan lebih meningkatkan keimanan kita setelah mengetahuinya.
E.     Bertemu Allah di dalam shalat berdampak pada bertemu Allah di luar shalat.
Saya sangat setuju dengan apa yang dijelaskan pengarang dalam buku ini, orang yang khusyu’ di dalam shalat seharusnya juga khusyu’ di luar shalat. Maksudnya adalah ketika kita mendekatkan diri kepada Allah di dalam shalat maka kita juga harus mendekatkan diri di luar shalat. Orang yang sudah khusyu’ di dalam shalat tetapi tidak berdampak di luar shalat, hal itu belum bisa kita katakan orang tersebut sudah baik dan berhasil dalam melaksanakan shalatnya. Orang yang seperti itu adalah orang yang mengerjakan shalat dengan khusyu’ tetapi di luar shalat dia masih melakukan perbuatan keji dan munkar.
Nabi Muhammad SAW dalam shalatnya benar-benar dijadikan keindahan dan terjadi komunikasi yang penuh kerinduan dan keakraban dengan Allah. Ruku, sujudnya panjang, terutama ketika shalat sendiri di malam hari, terkadang sampai kakinya bengkak tapi bukannya berlebihan, karena ingin memberikan yang terbaik sebagai rasa syukur terhadap Tuhannya. Shalatnya tepat pada waktunya dan yang paling penting, shalatnya itu teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Seharusnya orang yang shalatnya khusyu’, harus menampilkan sikap-sikap yang baik contohnya, sangat menjaga waktunya, dia terpelihara dari perbuatan dan perkataan sia-sia apalagi maksiat, memiliki niat yang ikhlas, mencintai kebersihan, tertib dan disiplin, selalu tenang dan tuma’ninah, tawadhu dan rendah hati, kemudian tercegah dari perbuatan keji dan munkar. Dari uraian contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa jangan sampai kita hanya melaksanakan shalat, namun ternyata kita hanya mengerjakannya dan belum sampai mendirikannya apalagi merasakan manfaatnnya.
Orang yang shalatnya khusyu’ tetapi masih melakukan perbuatan yang dibenci oleh Allah maka orang tersebut masih diancam dengan neraka karena inti dari shalat yang khusyu’ adalah akhlak menjadi baik, sebagaimana Rasulullah SAW menerima perintah shalat dari Allah agar menjadikan akhlak yang baik. Oleh karena itu agar ibadah yang kita lakukan dapat berdampak pada kehidupan dan kepribadian maka harus dikerjakan dengan baik dan khusyu’. Maka shalat yang berdampak pada kehidupan dan kepribadian adalah shalat yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, dengan hati yang tulus dan ikhlas sebagai perwujudan dari kasih sayang dan syukur kepada Allah SWT.



DAFTAR PUSTAKA

Mustofa, Agus.            . Khusyu’ Berbisik-bisik Dengan Allah. Surabaya: PADMA press Padang Makhsyar.
Faktor keutamaan dalam shalat. Dalam https://pondokhati.wordpress.com/2011/03/01/tj-masalah-kekhusyuan-shalat-dan-tatoo/. Diakses 8 Juni 2012 pukul 10.07
Rengkodriders, Apa & Bagaimana Shalat Khusyu’ itu ? . Dalam http://rengkodriders.wordpress.com/2012/01/11/apa-bagaimana-shalat-khusyu-itu/. Diakses 8 Juni 2012 pukul 10.15
Keutamaan Shalat Fardhu, Faedah Rukun Shalat serta arti daripada tiap-tiap gerakan shalat. Dalam http://tausyah.wordpress.com. Diakses 8 Juni 2012 pukul 10.23



Tidak ada komentar:

Posting Komentar